Weda,Liputan Sebelas.co.id – Perusahaan tambang asal Prancis, Eramet Indonesia, akhirnya buka suara mengenai rencana menjalin kemitraan dengan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) untuk proyek hilirisasi nikel di kawasan industri Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), Kabupaten Halmahera Tengah Provinsi Maluku Utara.
CEO Eramet Indonesia, Jérôme Baudelet, menjelaskan bahwa pendekatan ini merupakan bagian dari upaya mempererat hubungan antara Indonesia dan Eropa dalam rantai pasok baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV). “Kerja sama dengan Danantara berpotensi menjadi peluang strategis bagi Eramet untuk memperkuat posisinya dalam sektor mineral kritis Indonesia, sekaligus mempererat hubungan antara Eropa dan Indonesia dalam rantai pasok baterai EV,” ujar Jérôme, Selasa 06 Mei 2025.
Menurutnya, sejak berdiri pada Februari 2025, Danantara menunjukkan ketertarikan besar dalam mengembangkan investasi pada rantai nilai atau value chain mineral kritis di Indonesia. Namun, ia menggarisbawahi bahwa pembicaraan ini masih dalam tahap awal, sehingga belum dapat memberikan rincian lebih jauh, termasuk soal nilai investasi yang disiapkan untuk proyek di Weda Bay.
“Diskusi ini masih berada pada tahap awal dan terlalu dini untuk memberikan pernyataan lebih lanjut,” tegasnya.Sementara itu, CEO BPI Danantara, Rosan Perkasa Roeslani, menyatakan bahwa pihaknya membuka diri terhadap kerja sama investasi dari Eramet. Ia menyebut Weda Bay sebagai lokasi yang strategis untuk memperluas portofolio hilirisasi Danantara di sektor tambang nikel.
Rosan menuturkan, Eramet adalah pemain besar dari Eropa yang punya rekam jejak dalam hilirisasi mineral. Ia menambahkan, Eramet berkomitmen untuk melanjutkan keterlibatannya dalam proyek ekstraksi dan pengolahan nikel di kawasan tersebut, melalui PT Weda Bay Nickel (WBN)—perusahaan patungan antara Eramet, Tsingshan Group, dan PT Aneka Tambang Tbk (Antam). “Karena mereka juga salah satu, mungkin yang terbesar di Eropa untuk investasi di hilirisasi ini,” ucap Rosan, mengacu pada posisi Eramet dalam lanskap industri hilirisasi mineral global.

Selain itu, Eramet juga diketahui terus menjajaki kemungkinan membangun smelter berbasis teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL), yang dinilai menjadi kunci dalam memproduksi bahan baku baterai dari nikel kadar rendah. Mantan Direktur Eramet Indonesia, Bruno Faour, pada Juli 2023 pernah memaparkan bahwa perusahaannya memiliki rencana strategis untuk menggarap proyek HPAL, termasuk dengan menggandeng Zhejiang Huayou Cobalt Co., perusahaan asal Tiongkok yang juga beroperasi di wilayah IWIP.
“Kami ingin masuk ke HPAL, kami mencari mitra untuk melakukan itu. Jadi kami berdiskusi dengan banyak orang. Huayou adalah mitra utama, perusahaan itu berada di IWIP, dekat dengan PT WBN,” kata Faour, Meski begitu, Faour menolak untuk membeberkan detail diskusi yang tengah berjalan dengan Huayou maupun pihak lain, dan menegaskan belum ada komitmen konkret untuk membangun fasilitas HPAL di Indonesia.
“Tidak ada komentar tentang apa yang kami diskusikan dengan mereka, sama halnya dengan apa yang dapat kami diskusikan dengan pihak lain,” imbuhnya.Eramet sendiri mulai menjejakkan bisnisnya di Indonesia sejak tahun 2006. Hingga kini, perusahaan itu masih tercatat sebagai pemegang saham minoritas di PT WBN, meski peran operasional lebih dominan dipegang oleh mitranya, Tsingshan Group.Rencana kemitraan Eramet dan Danantara menjadi sinyal bahwa Indonesia terus menjadi magnet utama investasi dalam sektor mineral strategis dunia, khususnya dalam mendukung transisi energi global melalui baterai kendaraan listrik.